Karet Rambut

Aneh tapi nyata! Musuh utama kulit wajah saya adalah elusan helaian rambut panjang saya sendiri. Pipi dan dagu terasa gatal bukan main ketika sang rambut berkunjung tanpa diundang ke daerah –daerah tersebut. Itu sebabnya di kesempatan apapun, saya tampil dengan rambut yang diikat, dijepit, dikepang…untuk itu, saya selalu punya aneka warna karet dan jepit rambut. Dan selalu punya stok lebih dari cukup di dalam tas.

Karena gangguan kesehatan, tahun 2011 saya harus masuk rumah sakit. Saya tiba pagi hari, dan kebagian tempat tidur di dekat jendela–ada enam tempat tidur di ruangan itu. Ternyata nggak enak masuk RS di Dublin! Di Jakarta, saat saya masuk rumah sakit, jadi kayak reuni keluarga. Mami dan ketiga kakak serta istri mereka datang bezoek, lengkap dengan buah tangan buat si pasien. Di Dublin, tidak ada yang datang kecuali suami tercinta. Duh…sepi euy! 😦

Malamnya, seorang pasien baru masuk dan ditempatkan di seberang tempat tidur saya. Seorang wanita China, dan tampaknya tidak bisa bahasa Inggris karena perlu penterjemah ketika dokter bertanya ini-itu. Paginya, saya mencoba menjalin komunikasi, tapi hanya kata-kata, “son, work” yang saya mengerti serta beberapa bahasa isyarat yang lengkapnya kira-kira, “My son will come at 8 o’clock after work.” Ketika para perawat membersihkan tempat tidur, mereka hanya menunjuk ke kursi untuk meminta si pasien pindah sebentar. Ketika petugas dapur berkeliling menanyakan menu makanan yang kami mau, untungnya dia diharuskan puasa! 😀

Untuk mengisi waktu saya membawa buku bacaan, beberapa craft magazine, beberapa film Irish, dan DVD player (dipinjamkan kolega suami). Tapi tetangga di seberang saya tidak punya apa-apa untuk killing time! Setelah diperiksa dokter, dia tidur lagi. Saat bangun, dia sibuk membenahi rambut panjangnya yang kusut. Setelah rambutnya beres, dia tidur lagi!

Ketika dia terbangun lagi, dia sibuk lagi membenahi rambutnya yang kusut. Saya berusaha memandang ke matanya, tapi dia tidak pernah mau memandang balik. Lalu saya mengambil sebuah karet rambut, dan saat menuju ke kamar mandi, saya menaruh karet rambut itu di atas tempat tidurnya. Matanya langsung bersinar! Dia meraih karet itu, lalu menangkupkan kedua tangannya dan membungkuk dua tiga kali. Saya mengerti bahasa isyarat itu, dan hati saya terasa hangat dibuatnya.

Sejak tinggal di Irlandia, saya jadi pemulung karet rambut. Diawali dengan keheranan melihat banyaknya karet rambut di trotoar, saya mulai memunguti yang masih bagus. Suami sebal melihatnya! Ketika jalan bareng dan saya memungut karet rambut, dia komplain, “I’ll buy you dozens of that!” Tapi saya hanya tersenyum semanis mungkin untuk meluluhkan hatinya. Karet rambut hasil pulungan selalu saya rendam di air sabun panas selama beberapa hari sebelum mulai dipakai. Sejak saya menceritakan pengalaman dengan wanita China itu kepada suami, sekarang saya jadi punya partner ‘pemulung’!

Hidup karet rambut! Long live pemulung!